Yogyakarta — Para pengelola restoran, kafe, hotel, dan tempat usaha lain di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diimbau untuk lebih memperhatikan dan mematuhi aturan terkait pembayaran royalti musik. Imbauan ini disampaikan menyusul semakin masifnya penggunaan musik di tempat-tempat komersial, yang sayangnya masih banyak dilakukan tanpa memperhatikan kewajiban hak cipta.
Penggunaan musik berlisensi di tempat umum, termasuk restoran dan kafe, telah diatur secara hukum melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, serta dikelola oleh LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) yang bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta lagu dan musisi.
Hargai Karya Musisi, Patuhi Pembayaran Royalti
Ketua LMKN atau perwakilan terkait menyampaikan bahwa restoran yang memutar musik untuk menciptakan suasana nyaman bagi pelanggan, wajib membayar royalti sebagai bentuk penghargaan kepada pencipta lagu.
“Bayangkan jika lagu yang diputar untuk menarik pelanggan tidak pernah dihargai. Musik bukan hanya hiburan, tapi hasil karya intelektual yang harus dilindungi,” ujarnya.

Baca juga: Perairan Selatan DIY Berpeluang Alami Gelombang TInggi Sampai 3 Agustus
Sosialisasi dan Pendampingan Terus Dilakukan
“Kami tidak langsung menindak. Yang utama adalah edukasi dulu, memberi pemahaman soal prosedur pembayaran royalti, besarannya, dan kepada siapa dibayarkan,” jelas perwakilan dari Dinas Kebudayaan DIY.
Respons Pelaku Usaha Beragam
Beberapa pelaku usaha yang telah mengikuti sosialisasi menyambut positif upaya ini. Mereka menyadari pentingnya mendukung musisi lokal dan internasional lewat kontribusi royalti.
“Kalau memang aturannya begitu dan hasilnya kembali ke musisi, kami mendukung. Asalkan prosesnya jelas dan tidak memberatkan,” ujar salah satu pemilik kafe di kawasan Malioboro.
Yogyakarta, Kota Kreatif yang Wajib Dukung Ekosistem Musik
Sebagai kota budaya dan kreatif, Yogyakarta diharapkan menjadi contoh dalam menciptakan ekosistem musik yang sehat dan adil bagi semua pihak. Tidak hanya seniman yang menciptakan karya, tetapi juga pengusaha yang menikmati manfaat dari karya tersebut.
“Yogyakarta adalah barometer seni dan budaya nasional. Kepatuhan terhadap hak cipta harus menjadi bagian dari wajah kota ini,” ujar tokoh musik lokal.