, ,

Wacana Pemangkasan Subsidi Trans Jogja Bergulir dari Selembar Surat Misterius

oleh -150 Dilihat

Di Ujung Tanda Tanya: Nasib Subsidi Trans Jogja dan Dampaknya bagi Warga

Yogyakarta- Sebuah isu yang memantik kecemasan publik tiba-tiba mencuat di ruang digital dan fisik Kota Jogja. Wacana pemangkasan subsidi untuk bus Trans Jogja, yang menjadi urat nadi transportasi umum ribuan warga setiap harinya, mendadak menjadi perbincangan hangat. Pemicu awalnya? Sebuah surat kaleng misterius yang terpampang di Halte Jalan Kenari, Umbulharjo, yang langsung viral.

Wacana Pemangkasan Subsidi Trans Jogja Bergulir dari Selembar Surat Misterius
Wacana Pemangkasan Subsidi Trans Jogja Bergulir dari Selembar Surat Misterius

Baca Juga : Sri Sultan dan Politik Rasa Kepemimpinan yang Turun ke Jalan di Tengah Gelapnya Malam

Apa sebenarnya yang terjadi? Apakah tarif Trans Jogja akan naik? Atau layanannya akan dikurangi? Simak rangkuman lengkap dan mendalam berikut ini untuk memahami duduk perkaranya.

Drama Surat Kaleng yang Menjadi Pemicu

Kegelisahan itu bermula dari selembar kertas folio yang ditempelkan di Halte Trans Jogja Jalan Kenari. Surat terbuka yang ditujukan kepada DPRD DIY itu ditulis dengan pulpen menggunakan tiga warna tinta yang berbeda, memberikan kesan dramatis dan penuh emosi. Dalam waktu singkat, foto surat tersebut menyebar luas di berbagai platform media sosial, menuai ratusan tanggapan khawatir dari warganet yang menggantungkan mobilitasnya pada Trans Jogja.

Pernyataan Resmi DPRD DIY: “Ini Baru Wacana, Bukan Keputusan Final”

Menanggapi gejolak yang timbul, Ketua Komisi C DPRD DIY, Nur Subiyantoro, segera memberikan penjelasan untuk meredakan ketegangan. Ia menegaskan bahwa wacana pemangkasan subsidi ini baru sebatas usulan dalam pembahasan technokratis Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk APBD 2026.

“Anggaran subsidi yang awalnya Rp 87 miliar, diusulkan untuk digeser sementara sebesar Rp 6,8 miliar. Jadi, angka subsidinya masih sangat besar, sekitar Rp 80 miliar lebih,” jelas Nur Subiyantoro.

Ia memaparkan bahwa penggeseran anggaran ini dimaksudkan untuk kebutuhan prioritas lain yang juga mendesak, seperti perbaikan infrastruktur jalan yang notabene adalah sarana bagi bus itu sendiri beroperasi. Yang paling penting ditekankan adalah bahwa anggaran yang “dipangkas” ini sangat mungkin dikembalikan dalam APBD Perubahan di tengah tahun 2026 nanti jika memang dibutuhkan.

“Oleh karena itu, kita semua harus ‘mengencangkan ikat pinggang’ terlebih dahulu di APBD murni. Saya sepakat bahwa solusi mengatasi kemacetan adalah dengan transportasi umum seperti Trans Jogja. Namun, ruang lingkup transportasi tidak hanya bus, tetapi juga jalan dan lampu lalu lintas yang harus diperhatikan,” tandasnya.

Pemprov DIY Beri Solusi: Genjot Pendapatan Non-Tiket!

Dari sisi eksekutif, Kepala Bapperida DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, mencoba melihat masalah dari sudut pandang berbeda. Ia menegaskan bahwa pemangkasan subsidi tidak serta-merta berarti kenaikan tarif atau pengurangan layanan.

“Subsidi itu selisih antara Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan pendapatan. Jika subsidi dikurangi, operator punya dua opsi: mengurangi layanan atau menambah pendapatan. Kami mendorong opsi kedua,” ujar Made.

Made secara khusus meminta PT AMI sebagai operator untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mencari sumber pemasukan baru. “Pendapatan tidak harus selalu dari tiket. Trans Jogja memiliki ‘kanvas’ yang sangat luas, yaitu badan busnya, yang bisa dikelola menjadi sumber pemasukan,” imbaunya.

Sikap Operator Trans Jogja: Siap Berinovasi, Tapi Butuh Dukungan

Menanggapi hal tersebut, Direktur PT Anindya Mitra Internasional (AMI), Priyatno Bambang Hernowo, menyatakan komitmennya. Ia menjamin bahwa jumlah bus yang beroperasi (116 unit/hari) dan rute tidak akan berkurang sedikit pun pada 2026, terlepas dari ada atau tidaknya pemotongan subsidi.

“Tantangan kami justru akan semakin berat karena Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dipastikan naik akibat kenaikan UMR dan biaya perawatan, sementara kami dituntut menjaga kualitas,” ujarnya.

Priyatno mengakui bahwa fokus ke depan adalah menggenjot pendapatan non-tarif, terutama dari pemasangan branding atau iklan di badan bus. Dari total 128 unit bus, baru 55 bus yang telah terpasang iklan akibat adanya berbagai regulasi, seperti batasan usia bus yang boleh dipasang iklan.

“Tahun depan, ada 25 unit bus yang baru dibeli tahun 2023 akan memenuhi syarat umur untuk dipasangi branding. Itulah potensi pendapatan baru yang akan kami kejar,” paparnya penuh semangat.

Namun, Priyatno juga menyampaikan harapannya yang lebih besar. Ia meminta dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, untuk bersama-sama menggenjot jumlah penumpang.

“Kami berharap penumpang bertambah. Ini butuh kampanye masif, butuh role model. Jika para pemimpin dan opinion leader kita mau mengkampanyekan dan menggunakan transportasi umum, saya yakin masyarakat akan turut serta,” pungkasnya penuh harap.

Jadi, nasib subsidi Trans Jogja masih dalam proses pembahasan. Yang pasti, semua pihak sepakat bahwa Trans Jogja adalah aset vital bagi Kota Jogja. Masa depannya tidak hanya bergantung pada anggaran, tetapi juga pada kreativitas, inovasi, dan komitmen bersama untuk menjadikan transportasi umum sebagai pilihan utama

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.