KemenPUPR Ungkap Data Mengejutkan: Hanya 50 Ponpes di Seluruh Indonesia yang Memiliki Izin Bangunan Sah
Yogyakarta- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dody Hanggodo, mengungkapkan sebuah fakta yang mencengangkan mengenai kesiapan infrastruktur pondok pesantren ponpes di Indonesia. Dalam paparannya, hanya sekitar 50 ponpes dari ribuan yang tersebar di seluruh Nusantara yang telah mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), izin legal yang menjadi standar keamanan suatu gedung.

Baca Juga : Gelombang Solidaritas Dari Kampus UII Untuk Aktivis SMI Yang Ditahan
Pernyataan ini disampaikan Menteri Dody usai meninjau lokasi di Karangrejek, Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia menegaskan bahwa kepemilikan PBG bukan lagi sekadar formalitas administratif, melainkan sebuah keharusan untuk menjamin keselamatan dan keamanan para santri dan pengajar.
“Data kami menunjukkan, di seluruh Indonesia hanya 50 ponpes yang memiliki izin mendirikan bangunan, yang lain belum. Padahal, ini sangat krusial untuk mencegah terulangnya insiden mirip yang terjadi di Ponpes Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur,” tegas Dody di hadapan para wartawan.
Dari IMB ke PBG: Perlindungan Hukum dan Keselamatan yang Lebih Komprehensif
Menteri Dody menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan PBG adalah pengganti dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Perubahan ini diamanatkan oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021.
“Dulu dikenal sebagai IMB, sekarang namanya telah berganti menjadi Persetujuan Bangunan Gedung atau PBG. Izin ini adalah bukti legal bahwa sebuah bangunan telah memenuhi semua persyaratan teknis, administratif, dan laik fungsi sebelum, selama, dan setelah dibangun,” paparnya.
PBG tidak hanya berlaku untuk pembangunan baru, tetapi juga untuk kegiatan renovasi, perluasan, perubahan, dan perawatan bangunan. Dengan demikian, keberadaan PBG menjadi tameng pertama untuk memastikan bahwa struktur gedung tempat ratusan bahkan ribuan orang beraktivitas sehari-hari telah melalui perencanaan dan pengawasan yang tepat.
Pencegahan, Bukan Sekedar Reaksi: Belajar dari Musibah Sidoarjo
“Filosofinya adalah mencegah. Kita tidak ingin menunggu ada musibah dulu baru bertindak. Setiap ponpes, sebagai lembaga pendidikan yang menampung banyak nyawa, wajib memiliki PBG dan sertifikasi laik bangunan. Ini adalah bentuk tanggung jawab kita bersama,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Kolaborasi Tiga Kementerian: Strategi Ke Depan
Menyadari bahwa akar permasalahan ini kompleks dan melibatkan banyak pihak, Menteri Dody mengungkapkan rencana strategis yang akan dilakukan. Pemerintah akan melakukan koordinasi intensif tiga kementerian setelah fase tanggap darurat di Sidoarjo dinyatakan selesai.
“Saat ini fokus kita masih pada penanganan darurat di Sidoarjo. Namun, ke depan, Kementerian PUPR akan duduk bersama dengan Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pembina ponpes dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang membina pemerintah daerah,” jelas Dody.
Rencana aksi yang akan digulirkan meliputi:
-
Sosialisasi Masif: Mensosialisasikan pentingnya PBG kepada seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pengurus ponpes, pengelola yayasan, hingga pemerintah daerah selaku pemberi izin.
-
Pendampingan Administratif: Mempermudah dan mendampingi ponpes dalam mengurus perizinan, mengingat banyak ponpes yang mungkin belum memahami prosedur yang berlaku.
-
Penegakan Aturan: Menegaskan komitmen untuk menerapkan aturan secara konsisten guna menciptakan budaya taat bangunan di seluruh Indonesia.
Kolaborasi Tiga Pilar Pemerintah untuk Atasi Masalah PBG Ponpes
Menyikapi kondisi darurat ini, Kementerian PUPR tidak akan bekerja sendirian. Selanjutnya, pemerintah menyiapkan strategi kolaborasi yang melibatkan tiga kementerian kunci. Setelah fase tanggap darurat di Sidoarjo berakhir, Kementerian PUPR segera menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri.
Menteri Dody menjelaskan, “Kami harus bergerak cepat. Oleh karena itu, langkah pertama kami adalah menyelenggarakan sosialisasi intensif kepada seluruh pemerintah daerah dan pengurus ponpes.” Selain itu, tim gabungan juga akan memberikan pendampingan teknis dan administratif untuk memudahkan ponpes mengurus PBG.
Dari Sosialisasi hingga Aksi: Langkah Konkret yang Akan Dijalankan
Mencengangkan Rencana aksi ini memiliki peta jalan yang jelas. Pertama, Kementerian Agama, sebagai pembina ponpes, akan mendata dan memprioritaskan ponpes yang paling membutuhkan. Kemudian, Kementerian Dalam Negeri akan menginstruksikan pemerintah daerah untuk mempermudah proses perizinan. Sementara itu, Kementerian PUPR menyiapkan tenaga teknis untuk memeriksa kelayakan bangunan.
“Kami memahami bahwa banyak ponpes menghadapi kendala biaya dan prosedur. Akibatnya, kami merancang program bantuan teknis dan menyerukan kolaborasi dengan para ahli dan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk turut serta,” tambah Dody. Sebagai contoh, program ini dapat mencakup audit bangunan gratis dan pendampingan pembuatan dokumen teknis.
Membangun Budaya Safety, Melampaui Sekedar Izin
Mencengangkan Inti dari inisiatif ini bukan hanya sekadar memenuhi kewajiban administratif. Yang lebih penting, langkah ini bertujuan membangun budaya keselamatan bangunan yang berkelanjutan di lingkungan pondok pesantren.
“Memiliki PBG bukanlah titik akhir. Justru, ini adalah awal dari komitmen kita bersama untuk terus memelihara dan memastikan keamanan infrastruktur pendidikan kita. Dengan demikian, para santri dapat belajar dengan tenang, dan orang tua pun merasa aman menitipkan putra-putrinya,” pungkas Menteri Dody. Pada akhirnya, keselamatan jiwa harus menjadi prioritas utama di atas segalanya.