Dugaan Korupsi Dana Hibah Pariwisata Rp 10,9 Miliar: Mantan Bupati Sleman Sri Purnomo Ditetapkan sebagai Tersangka
Yogyakarta- Sebuah kasus korupsi yang mengguncang dunia pemerintahan daerah kembali terungkap. Sri Purnomo, mantan Bupati Sleman yang menjabat selama dua periode (2010-2021), resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman. Ia diduga menyalahgunakan dana hibah pariwisata senilai Rp 68 miliar yang seharusnya menjadi penopang sektor pariwisata di masa pandemi.

Baca Juga : Destinasi Wisata ke Ruang Ekspresi Seni Kontemporer
Kerugian negara yang ditimbulkan dari tindakan ini tidak main-main. Berdasarkan hasil audit yang mendalam oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp 10,9 miliar lebih. Angka fantastis ini berasal dari dana bantuan pemerintah pusat yang dialihkan untuk kepentingan yang tidak sesuai aturan.
Latar Belakang: Dana Hibah di Masa Pandemi
Kasus ini berawal pada tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 melumpuhkan berbagai sektor, termasuk pariwisata. Untuk menggerakkan kembali ekonomi dan mendukung pelaku usaha di bidang pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengucurkan dana hibah sebesar Rp 68 miliar kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman.
Dana ini memiliki aturan main yang sangat jelas, tertuang dalam Keputusan Menteri Nomor KM/704/PL.07.02/M-K/2020 tanggal 9 Oktober 2020. Peraturan ini menjadi panduan mutlak dalam penyaluran dana agar tepat sasaran, khususnya kepada desa wisata dan desa rintisan wisata yang telah terdata dan benar-benar membutuhkan.
Modus Operandi: Mengubah Aturan dan Mengalihkan Dana
Namun, niat baik pemerintah pusat ini diduga disalahgunakan oleh Sri Purnomo. Menurut Kepala Kejari Sleman, Bambang Yunianto, tersangka SP melakukan modus dengan cara mengubah aturan main yang telah ditetapkan.
Modus utamanya adalah dengan menerbitkan Peraturan Bupati (Perbub) Sleman Nomor 49 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemberian Hibah Pariwisata pada 27 November 2020. Perbub inilah yang menjadi pintu masuk penyimpangan. Dalam aturan yang baru diterbitkannya tersebut, Sri Purnomo disebut-sebut mengatur alokasi dan menetapkan penerima hibah di luar desa wisata dan desa rintisan wisata yang sudah tercatat secara resmi.
Dengan kata lain, dana yang seharusnya mengalir kepada kelompok masyarakat yang sudah diverifikasi dan berhak, dialihkan kepada kelompok-kelompok lain di luar ketentuan pusat. Tindakan inilah yang diduga kuat bertentangan dengan perjanjian hibah dan menyebabkan kerugian negara miliaran rupiah.
Tuntutan Hukum dan Penyidikan yang Berlanjut
Sri Purnomo kini menghadapi tuntutan hukum yang berat. Ia disangkakan dengan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor, serta Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor, yang juga dikaitkan dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.
Kejari Sleman menegaskan bahwa proses penyidikan masih terus berlanjut. Penyidik masih mendalami peran berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana hibah pariwisata Sleman tahun 2020 tersebut. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru yang ditetapkan seiring dengan mengalirnya bukti dan keterangan.
“Pada prinsipnya, pihak penyidik masih terus melakukan pendalaman terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus pengelolaan dana hibah pariwisata. Itu masih terus dilakukan pendalaman-pendalaman dan nanti akan diberitahukan selanjutnya,” pungkas Bambang Yunianto.
Kasus ini menjadi pengingat pahit betapa dana darurat untuk rakyat di masa sulit justru menjadi sasaran empuk para oknum.