, ,

Lulusan SMA Berani Diagnosis HIV Dan Gangguan Mental, Korban Rugi Miliaran Rupiah

oleh -134 Dilihat

Dramatis! Wanita Palsukan Dokter di Bantul, Vonis Pasien HIV dan Keruk Korban Hampir Rp 540 Juta

Berita Yogyakarta- Sebuah penipuan berkedok praktik kesehatan yang begitu berani dan keji akhirnya terbongkar di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelakunya, seorang wanita berinisial FE (26), bukanlah seorang dokter melainkan hanya lulusan SMA. Dengan keberaniannya yang luar biasa, ia mendiagnosa seorang anak dengan gangguan mental hingga HIV, dan berhasil mengeruk uang korban hingga mencapai Rp 538.950.000, plus satu buah sertifikat tanah.

Lulusan SMA Berani Diagnosis HIV Dan Gangguan Mental, Korban Rugi Miliaran Rupiah
Lulusan SMA Berani Diagnosis HIV Dan Gangguan Mental, Korban Rugi Miliaran Rupiah

Baca Juga : DPRD DIY Dorong Pemda Perkuat Komunitas Tangguh Bencana

Drama pengobatan palsu ini berlangsung hampir setahun, dimulai sejak 2024, sebelum akhirnya korban, seorang warga Sedayu, Bantul berinisial J, menyadari penipuan yang telah menjeratnya.

Awal Mula Tipu-Tipu yang Terstruktur

Kasus ini berawal ketika korban, J, mendapatkan informasi dari saudaranya tentang adanya “praktik dokter” yang sangat direkomendasikan di daerah Pedusan, Sedayu. Dokter gadungan tersebut, FE, disebut-sebut mampu menangani terapi untuk anaknya. Untuk meyakinkan korbannya, FE tidak hanya mengaku sebagai dokter, tetapi juga secara spesifik menyebut dirinya berpraktik di RSUP dr. Sardjito, salah satu rumah sakit ternama di Yogyakarta.

Korban yang tentunya ingin yang terbaik untuk anaknya pun percaya dan mendaftar. Langkah pertama penipuan dimulai dengan permintaan biaya pendaftaran terapi sebesar Rp 15 juta.

Diagnosa Mengada-ada dan Permintaan Dana yang Melambung

Setelah “memeriksa” anak korban, FE kemudian memberikan vonis yang mengejutkan. Ia menyatakan bahwa anak tersebut menderita Mythomania, sebuah gangguan mental kompleks yang menyebabkan seseorang berbohong secara kompulsif. Tentunya, untuk mengobati penyakit “khayalan” ini, FE meminta biaya tambahan sebesar Rp 7,5 juta.

Namun, itu baru permulaan. Skemanya semakin menjadi-jadi:

  • Agustus 2024: FE meminta deposit jaminan pengobatan yang jumlahnya fantastis, Rp 132 juta.

  • November 2024: Korban diarahkan untuk membayar lagi biaya psikologi sebesar Rp 7,5 juta.

FE kemudian memainkan peran sebagai “penolong” dengan mengaku telah menalangi biaya pengobatan sebesar Rp 46,95 juta. Karena merasa berhutang budi dan terdesak, korban pun menyerahkan sertifikat tanah atas nama ayah kandungnya sebagai jaminan.

Puncak Kebohongan: Vonis HIV dan Permintaan Rp 320 Juta

Pada Februari 2025, tiba-tiba FE mengeluarkan vonis yang lebih mengerikan lagi. Ia menyatakan bahwa anak korban positif mengidap HIV. Lagi-lagi, dengan memanfaatkan ketakutan dan kepanikan seorang ibu, FE meminta dana yang sangat besar, Rp 320 juta, untuk biaya pengobatannya.

Masih belum puas, pada Juli 2025, korban diminta membayar lagi Rp 10 juta dengan iming-iming bahwa deposit yang sebelumnya ditahan akan dicairkan atau diturunkan.

Bongkarnya Kebohongan dan Laporan ke Polisi

Rantai kebohongan yang begitu panjang akhirnya mulai retak. Korban, yang mulai curiga dengan diagnosa HIV yang tiba-tiba, memberanikan diri untuk melakukan pengecekan mandiri. Hasilnya sungguh mengejutkan:

  1. Pengecekan status HIV anaknya di PKU Muhammadiyah Gamping menunjukkan hasil NEGATIF.

  2. Pengecekan status FE di RSUP dr. Sardjito membuktikan bahwa wanita itu sama sekali tidak terdaftar sebagai dokter di rumah sakit tersebut.

Sadar telah menjadi korban penipuan besar-besaran, J pun melaporkan FE ke Polres Bantul pada September 2025.

Pengakuan Pelaku dan Penyitaan Barang Bukti

Polisi kemudian bergerak cepat. Pada Jumat, 5 September 2025, FE berhasil diamankan dari kediamannya di Pedusan, Sedayu, Bantul. Setelah dilakukan interogasi, pelaku mengakui semua perbuatannya.

“Pelaku mengakui perbuatannya dan langsung dibawa ke Polres Bantul untuk penyidikan lebih lanjut,” jelas Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Achmad Mirza, dalam jumpa pers.

Polisi juga menyita sejumlah barang bukti yang digunakan FE untuk mengelabui korbannya, antara lain alat-alat kesehatan, pakaian dokter (jas lab), dan berbagai obat-obatan.

Profil Pelaku: Hanya Lulusan SMA, Modal Nekat dan Kepercayaan Warga

Hasil penyidikan polisi mengungkap fakta yang semakin mencengangkan. FE hanyalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan tidak memiliki latar belakang pendidikan kedokteran sama sekali.

“Modusnya pelaku punya bimbel tapi mengaku dokter secara lisan dan warga sana juga tahunya pelaku itu dokter. Karena itu saudara korban memberi tahu kalau ada terapi di Sedayu,” papar Mirza.

FE diketahui memiliki tempat bimbingan belajar, namun ia memanfaatkan kepercayaan warga sekitar dengan mengaku sebagai dokter. Ia bahkan menyiapkan ruang praktik khusus yang dilengkapi dengan alat kesehatan dan obat-obatan untuk membuat korbannya semakin yakin.

Uang hasil penipuan yang mencapai ratusan juta rupiah itu, menurut pengakuan FE, telah dihabiskan untuk keperluan pribadinya.

Ancaman Hukuman yang Menanti

Atas perbuatannya yang meresahkan masyarakat dan merusak kepercayaan terhadap tenaga kesehatan, FE dijerat dengan dua pasal berlapis:

  1. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 4 tahun.

  2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (Pasal 439 dan/atau 441) yang mengancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat untuk selalu waspada dan memverifikasi kredensial tenaga kesehatan, terutama yang berpraktik di luar fasilitas kesehatan resmi. Selalu mintalah bukti STR (Surat Tanda Registrasi) dan pastikan Anda berobat ke fasilitas yang memiliki izin resmi.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.