, ,

Jantungnya Yogya Berdetak Lirih Kisah Uji Coba Pedestrian di Malioboro

oleh -62 Dilihat

Suara Hati Para Pelaku Usaha: Malioboro Sepi Saat Uji Coba ‘Full Pedestrian’

Yogyakarta- Wajah ikonik Malioboro, jantungnya Kota Gudeg, tampak tak biasa pada hari uji coba kawasan bebas kendaraan full pedestrian kemarin. Jalan yang biasanya riuh oleh deru motor, klakson mobil, dan hiruk-pikuk pengendara, mendadak hening. Hanya suara langkah kaki pejalan kaki dan sesekali lalu-lalang bus Trans Jogja yang memecah kesunyian. Namun, di balik suasana yang terasa lebih lega dan ramah bagi pejalan kaki itu, mengendap sebuah cerita lain: keluhan dan kekhawatiran para pedagang, pelaku usaha kecil, dan tukang becak yang merasakan dampak langsung dari kebijakan ini.

Jantungnya Yogya Berdetak Lirih Kisah Uji Coba Pedestrian di Malioboro
Jantungnya Yogya Berdetak Lirih Kisah Uji Coba Pedestrian di Malioboro

Baca Juga : Denyut Nadi Sejarah dan Budaya yang Terus Berdetak i Yogyakarta

Dagangan Melompong, Pelanggan Hanya Melirik

Pantauan di lapangan menunjukkan, meski ada pengunjung yang datang, kepadatannya tidak seperti hari-hari biasa. Ruang luas yang biasanya dipadati kendaraan justru terasa “kosong”, dan ironisnya, hal ini tidak diimbangi dengan membludaknya pengunjung kaki. Warung-warung makan dan toko-toko cenderung sepi. Di beberapa stan, pemiliknya hanya duduk menunggu, dengan dagangan yang masih terpajang rapi, tak tersentuh pembeli. Bahkan, beberapa warung memilih untuk tidak berjualan sama sekali, menganggap hari itu adalah hari yang “mandek”.

Seorang penjaga toko aksesoris, Agung dari Gondomanan, mengeluhkan penurunan drastis omzetnya. “Dampaknya sangat terasa, penjualan kami benar-benar anjlok. Banyak faktor, salah satunya karena akses jalan banyak yang ditutup. Ini parah sekali, menurut saya. Biasanya, di hari biasa, pemasukan masih bisa seimbang dengan operasional, tapi hari ini menurun drastis,” keluhnya.

Agung, yang telah membuka tokonya sejak pukul 09.00 WIB, mengaku hingga sore hari hanya didatangi oleh empat pembeli. Angka yang sangat jauh dari biasanya. “Kalau Malioboro ditutup begini, ya susah. Jantungnya Saya perkirakan penurunannya bisa mencapai 90 persen, bahkan lebih. Satu dua pembeli yang datang juga mengeluh, ‘Kok sepi banget, Bang, Malioboro-nya?'” tuturnya menggambarkan situasi yang serba sepi.

Cerita serupa datang dari Mulyati, penjual bakso asal Wirobrajan. Dari pagi, panci baksonya masih penuh, sementara piring-piring bersih masih menumpuk, menunggu pelanggan. “Pembelinya jelas berkurang. Biasanya ramai yang mampir, mungkin karena mobilitas orang jadi terbatas tanpa kendaraan pribadi,” ujarnya.

Ia justru merasa skema lalu lintas biasa lebih menguntungkan. “Malah enak kondisi yang seperti biasa. Keluar masuk kendaraan mudah, orang bisa langsung parkir dan beli. Kalau seperti ini, ya berdampak langsung ke kami. Lihat saja, dari jam 11 siang sampai sekarang (sore) dagangan saya masih banyak. Tadi ada warung lain yang mau buka, tapi akhirnya memilih pulang karena sepi. Banyak juga di sekitar sini yang memutuskan tidak jualan hari ini,” papar Mulyati.

Tukang Becak Menganggur, Menanti Penumpang yang Tak Juga Datang

Bukan hanya pedagang kaki lima dan pemilik toko yang merasakan imbasnya. Anton, seorang penarik becak asal Danurejan, juga mengaku kesulitan mencari penumpang. Dengan becaknya yang terparkir di pinggir, ia menghabiskan waktu dengan menunggu, sesuatu yang jarang dilakukannya di hari-hari biasanya.

“Malah agak sepi, Mas. Dari siang sampai sekarang belum dapat penumpang sama sekali,” keluh Anton. “Saya lebih milih hari biasa. Saat ada mobil dan motor yang parkir, kan biasanya orang mau naik becak untuk jalan sedikit atau keliling. Tapi kalau seperti ini, sepi. Jelas beda jauh. Biasanya siang-siang seperti ini saya sudah dapat 2-3 kali narik, sekarang? Nol,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Pemerintah Kota: Evaluasi Menyeluruh Akan Dilakukan

Jantungnya Di tengah hiruk-pikuk keluhan tersebut, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, hadir untuk meninjau langsung uji coba full pedestrian yang bertepatan dengan perayaan HUT ke-269 Kota Yogyakarta ini. Dalam pernyataannya, Hasto menegaskan bahwa uji coba ini merupakan bagian dari kajian untuk melihat dampak menyeluruh.

“Kita memang ingin melihat dampaknya secara nyata, seperti apa ketika kita memberlakukan Car Free Day secara penuh, full pedestrian. Saya akan menunggu laporan lengkapnya, mulai dari tadi malam, pagi, siang, sore ini, hingga nanti malam,” jelas Hasto.

Ia menyadari bahwa di balik wacana pembuatan kawasan bebas kendaraan, terdapat banyak kompleksitas yang harus diurai

“Ini penting untuk mengevaluasi dan merencanakan ke depan, seandainya kita ingin merutinkan Car Free Day. Apa saja masalah-masalah yang harus kita atasi? Saya yakin ada banyak, entah itu masalah akses bagi warga, logistik pengiriman barang, atau hak warga yang harus pulang ke rumahnya tetapi terhambat,” lanjut Hasto.

“Ini sekali dulu. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran jika nanti akan dirutinkan, seperti apa bentuknya. Nanti, lama-lama ruang dan waktunya bisa kita pertimbangkan untuk ditambah,” ungkapnya. “Saya belum bisa menyimpulkan respons masyarakat saat ini, masih terlalu dini. Kita lihat nanti sampai sore.”

Saat peninjauan sekitar pukul 15.30 WIB, situasi di sepanjang koridor Malioboro memang tidak terlalu padat. Hanya terlihat beberapa pengunjung yang berswafoto atau mereka yang mengenakan pakaian adat, menikmati ruang publik yang tak biasa itu. Jalan utama tetap lengang, hanya sesekali diwarnai oleh lewatnya bus Trans Jogja dan kereta kuda andong.

Uji coba ini ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia menawarkan visi Malioboro yang lebih humanis dan teduh bagi pejalan kaki. Namun, di sisi lain, kebijakan ini menyentuh langsung nadi perekonomian warga kecil yang menggantungkan hidupnya di kawasan tersebut.

Dior

No More Posts Available.

No more pages to load.